Tulisan ini aku persembahkan untuk ananda tercinta Haidar Ali Onasis, yang telah berjuang dan bebas dari sakit yang membelenggunya. Keadaan sakit yang membuat dia harus menunda keinginannya, sakit yang membatasi ruang gerak fisik dan batinnya, keadaan sakit yng membuat dia harus sebuah moment yang ditunggu-tunggunya, menyaksikan karnaval, parade seni yng sangat disukainya.
'' Onasis kecelakaan..''
Kabar itu aku ketahui dari chat inbox salah satu teman facebookku. Dadaku langsung sesak. Perasaanku campur aduk tidak karuan. Aku panik. Ingin menangis tapi tak bisa. Yang ada dalam pikiranku hanyalah ingin segera kerumah sakit tempat dimana Onasis dirawat. Perlu diketahui, sudag 5 tahun terakhir aku tidak tinggal erumah dengan Onasis, karena aku telah berpisah dengan Rina, wanita yang telah melahirkan Onasis dan sekarang menjadi mantan istriku sejak 5 thun yang lalu. Jadi wajar apabila musibah yang terjadi pada Onasis tidak aku ketahui, justru aku mendengar kabar itu dari orang lain.
Malam itu juga aku pergi kerumah kakak Rina untuk mrndapatkan kejelasan tentang berita itu. Yang kudapati hanya istrinya yang juga tidak mengetahui dirunah sakit mana Onasis dirawat. Dia hanya tahu kalau Onasis dibawa ke Cepu. Aku tidak memiliki nomor ponsel Rina, jadi aku coba hubungi ponsel mas Jaja, kakak Rina. Ponselnya tidak aktif dan ini semakin membuat aku panik.
Dengan kondisi motor tanpa lampu, aku berangkat ke Cepu menembus gelapnya malam jalanan tengah hutan. Air mataku mengalir, membayangkan keadaan Onasis. Aku buat bayangan yang baik-baik tentang Onasis. Aku tidak mau membayangkan tentang hal-hal yang buruk terhadap anakku.
Aku tergesa dan panik menuju ruang Unit Gawat Darurat RS. PKU Muhammadiyah Cepu. Aku langsung menuju rumah sakit itu karena kata hatiku mengatakan demikian. Benar saja, Onasis dirawat disitu.
Perawat jaga mengantarku keruangan dimana Onasis berada. Onasis sudah dibawa ke ruang operasi saat aku tiba diruangan itu.
Aku merasa kepalaku semakin berat dan membuncah, dadaku semakin sesak.
Dari jauh aku melihat pintu ruang operasi tanpa tau bagaimana keadaan Onasis.
" Ya Tuhan....Onasis..!!!" tangisku benar-benar meledak, air mataku tak terbendung saat aku memasuki ruang operasi.
" Kenapa harus Onasis ya Allah ??? "
" Kenapa harus Onasis yang menanggung?"
" Ini dosaku ya Allah.."
Aku benar-benar menangis setelah tangisan terakhirku 28 tahun yang lalu ketika bapakku lupa membelikan ayam goreng pesananku.
Rasa hati tak tega melihat anak tercinta tergolek lemah penuh luka, meringis sakit tanpa air mata.
" Dokter...obati aku !"
" Ya Allah...aku ingin sembuh..." Onasis merintih. Hatiku juga merintih.
" Onas..ini ayah."
" Iya yah.'' Onasis mengaggukkan kepala, menjawab dengan mata terpejam menahan sakit.
" Dokternya mana yah? aku mau cepat dioperasi, besok Ons sekolah.."
Hati siapa tidak terpukul mendengar rintihan anak kcil seprti itu.
" Ya allah aku ingin sembuh..aku gak mau ditabrak lagi.."
" Ya Allah...besik aku ngaji.." Aku menangis sesenggukan mendengar itu.
Mas Jaja, kakak Rina merangkulku dan memapahku keluar ruangan.
" Dokter....dokter...!! "
Lali ini suara Onasis lebih keras, sudah tak tertahan lagi rasa sakit yang diderita.
Tubuh kecil itu tergolek penuh luka. Tubuh kecil anakku. Diwajah, dikepala, ditangan, dipunggung semua terluka. Dan kaki kirinya patah dibagian tulang betisnya. Betapa sakit yang dia rasakan.
Dokter sudah datang. Cairan bius yang disuntikkan dilengan Onasis telah membebaskan dia sementara dari rasa sakit yang diderita.
Setelah sekitar 1 jam, operasi telah selesai dngan lancar. Aku melihat tubuh anakku menggigil kedinginan meskipun sudah memakai selimut tebal.
Sehari pasca operasi, aku melihat Onasis seperti tidak sedang menderita sakit. Perkiraan mungkin butuh beberapa hari tinggal dirumah sakit untuk memudahkan perawatan. Tetapi hariitu Onasis sudah minta pulang. Dia tidak ingin ketinggalan sekolah, tidk mau ketinggalan mengaji, selalu itu yag dikatakan. Dia bilang sudah sembuh, dia tidak apa-apa. Semangat yang luar biasa untuk sembuh.
Dia telah menciptakan mindsetnya sendiri, bahwa dia sudahsembuh dan baik-baik saja. Besoknya dokter sudah mengizinkan Onasis pulang dan menjalani perawatan dirumah.
Banyak orang memprediksi akan butuh waktu lama bahkan mungkin smpai berbulan untuk Onasis bisa kembali normal. Tetapi Onasis mematahkan semua prediksi itu. Belum genap 1 bulan pasca operasi, Onasis telah sembuh total. Normal. Tinggal menunggu setahun untuk mengambil pen yang ada dikakinya.
Sebuah perjuangan anak tujuh tahun untuk mendapatkan kesembuhannya dengan menciptakan mindsetnya sendiri, menolak dikatakan sakit, dan nenposisikan dirinya sendiri dalam sebuah pengandaian bahwa dia baik-baik saja, tidak sakit. Dia melupakan rasa sakitnya dengan selalu mengingat tanggung jawabnya di sekolah dan madrasah.
Dia mengutarakan semua keluh kesahnya langsung kepada Sang Sumber Hidup, mengkolaborasikan mindsetnya dengan kekuatan Maha Dahsyat Sang Sumber Hidup.
Kalau anda bisa memahami, ada beberapa pelajaran bisa diambil dari cerita saya diatas.
Bagaimana kita menyikapi musibah yang datang pada kita.
Untuk Ananda Tersayang, Haidar Ali Onasis.
0 comments:
Post a Comment